I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao
L) merupakan satu-satunya diantara 22 spesies yang masuk marga Theobroma, Suku sterculiacecae yang diusahakan secara komersial. Kakao merupakan
tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan khusus untuk dapat berproduksi
secara baik. Lingkungan alami kakao adalah hutan hujan tropis. Dimana suhu
udara tahunan tinggi dengan variasi kecil, curah hujan tahunan tinggi dengan
musim kemarau pendek, kelembapan udara tinggi, dan insentitas cahaya matahari
rendah.
Tanaman kakao dikenal sebagai inang berbagai jenis hama dan
penyakit dan merupakan kendala penting dalam budidaya kakao. Pada seluruh
bagian tanaman kakao dari akar, batang, daun hingga buah dapat diserang
penyakit. Dalam kondisi yang sesuai dengan perkembangannya, penyakit dengan
mudah berkembang.
Penyakit-penyakit penting pada tanaman kakao di
Indonesia,diantaranya penyakit busuk buah (Phytophtora
palmivora), penyakit kanker batang (Phytophthora
palmivoral), penyakit
antraknose-colletotrichum (Colletotrichum
gloeosporioides), penyakit jamur upas (Corticium
salmonicolor ). Selain itu dikenal penyakit pembuluh kayu atau vascular
streak dieback (VSD). Perkembangan penyakit ini sudah semakin meluas. Apabila
tidak segera ditangani, penyakit ini bisa menjadi masalah besar di masa yang
akan datang.
Penyakit pembuluh kayu atau Vascular Streak Dieback (VSD) pertama ditemukan pada akhir tahun 1930 an di Papua New Guinea. Kemudian penyakit ini menyebar ke negara Asia lainya dan sekarang terdapat di India Selatan, Pulau Hainan-Cina, Burma, Thailand, Malaysia, Filipina, Indonesia, dan sejumlah pulau di Oseania.
Penyakit pembuluh kayu atau Vascular Streak Dieback (VSD) pertama ditemukan pada akhir tahun 1930 an di Papua New Guinea. Kemudian penyakit ini menyebar ke negara Asia lainya dan sekarang terdapat di India Selatan, Pulau Hainan-Cina, Burma, Thailand, Malaysia, Filipina, Indonesia, dan sejumlah pulau di Oseania.
I.2 Tujuan Pembuatan Paper
Tujuan pembuatan paper ini adalah untuk menambah nilai
pada matakuliah penyakit tanaman di emester V (lima) pada Jurusan Agroteknologi
Univesitas Katolok Santo Thomas Sumatera Utara Medan
II.
PENYEBAB PENYAKIT
Penyakit VSD ( Vascular
Sterak Dieback ) menular
dari pohon satu ke pohon yang lain melalui spora yang diterbangkan oleh angin
pada tengah malam hari. Spora-spora sangat peka terhadap cahaya dan
menjadi tidak infektif setelah terkena sinar matahari selama 30 menit (Keane,
1981). Spora yang jatuh pada daun muda akan segera berkecambah apabila tersedia
air dan akan tumbuh masuk ke dalam jaringan xylem.
Setelah 3-5 bulan baru tampak gejala
daun menguning dengan bercak hijau, daun-daun tersebut sangat mudah gugur,
sehingga menyebabkan mati ranting. Pada saat itu jamur masih tetap tumbuh dalam
jaringan tanaman dan menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Penyakit VSD lebih
mudah terbesar di daerah beriklim basah dengan curah hujan yang tersebar merata
sepanjang tahun dari pada di daerah beriklim kering.
0ncobasidium theobromae membentuk basidiospora
yang hanya dilepaskan pada waktu malam, dan disebarkan oleh angin. Dengan cara
ini jamur tidak dapat tersebar jauh, karena kelembapan tinggi pada umumnya hanya
terjadi bila udara tenang dan diperkirakan bahwa spora tidak akan tersebar lebih dari 200m. Infeksi
hanya dapat terjadi pada daun muda yang belum mengeras. Spora berkecambah dan
jamur mengadakan penetrasi melalui epidermis, mesofil, selanjutnya ke tulang
daun.
Meskipun dapat masuk ke plasenta, namun tidak terdapat bukti bahwa
jamur menginfeksi biji. Biji-biji yang diambil dari pohon yang sakit dapat
tumbuh seperti biasa dan tidak berkembang menjadi tanaman sakit (Soemangun,2000).
Sampai sekarang belum diketahui tanaman lain yang dapat menjadi
inang bagi jamur ini. VSD tidak terdapat di daerah asal kakao (Amerika Tropika)
dan hanya terdapat di Asia Tenggara dan Kepulauan Melanesia, sedang di banyak
daerah ini kakao baru dibudidayakan selama kurang dari seratus tahun.
IV.
GEJALA PENYAKIT
1.
Gejala
serangan dan kerusakan
Penyakit
Vascular Streak Diaback (VSD) disebabkan oleh jamur Oncobasidium
theobromae Talbot & Keane. Di Malaysia kerugian hasil karena
penyakit VSD diduga mencapai 3-60 persen (Sukamto, 1986). Pada tanaman yang toleran
serangan tidak menimbulkan kerusakan yang berarti. Tanaman yang terserang jamur O. theobromae
menunjukkan gejala meranting (mati ranking). Gejala khusus penyakit VSD adalah
:
a.
Adanya daun-daun menguning dengan bercak-bercak berwarna
hijau, biasanya daun tersebut terletak pada seri daun kedua atau ketiga dari
titik tumbuh. Daun akhirnya gugur beberapa hari setelah menguning.
Pada ranting terserang satu atau dua daun
gugur sedang beberapa daun di sebelah bawah dan sebelah atasnya masih
lengka,sehingga tampak gejala ranting ompong. Gejala menguningnya daun mulai
terlihat tiga sampai lima bulan setelah spora jatuh pada daun yang
bersangkutan, sewaktu daun masih sangat muda.

Gambar 1. Gejala VSD : Ranting berdaun ompong
b.
Pada bekas duduk daun bila disayat
terlihat tiga buah noktah berwarna coklat kehitam-hitaman.

Gambar 2. Gejala VSD : pada bekas
tangkai daun (kelihatan 3 titik coklat)
c. Bila ranting dibelah membujur
terlihat garis-garis coklat pada jaringan xylem yang bermuara pada bekas duduk
daun. Lentisel diranting sakit membesar dan relatif kasar.

Gambar 4. Gejala VSD : Jaringan kayu (xylem) mati dan
berwarna coklat kehitaman
d. Kadang-kadang
dijumpai daun menunjukkan gejala nekrose diantara tulang daun seperti gejala
kekurangan unsur Calsium. Gangguan ini akan segera menyebabkan gugur daun dan
mati ranting.

Gambar 6. Gejala VSD : Warna daun seperti kekurangan Calsium
V. FAKTOR PENDUKUNG PERKEMBANGAN PENYAKIT
Penyakit terutama berkembang di daerah yang basah. Bukan hanya curah
hujan yang menentukan di sini, tetapi juga pembagiannya. Jika jumlah malam
basah lebih dari 50% dalam satu bulan, dapat diperkirakan bahwa tiga sampai
lima bulan kemudian penyakit akan tampak meningkat (Prior, 1977). Hal ini disebabkan
karena untuk pembentukan basidiospora tubuh buah jamur harus basah diwaktu
malam. Adanya hujan malam, yang diikuti dengan embun, akan membantu penyebaran
penyakit.Spora jamur yang mempunyai dinding tipis itu mudah mati karena sinar
ultra violet pada siang hari.
Dari pengamatan-pengamatan di Indonesia diketahui bahwa VSD lebih
banyak terdapat pada kakao lindak (bulk), dan kurang terdapat pada kakao mulia
(edel, Trinitario). Klon DR 1 lebih tahan ketimbang DR 2 dan DR 38. Juga tampak
bahwa tipe Amelonado lebih rentan dari pada kakao Upper Amazon dan Trinitario
(Keane dan Prior, 1992).
Pada pengujian ketahanan yang dilakukan di Papua Nugini (Prior,
1977) diketahui juga bahwa kultivar-kultivar Trinitario lebih tahan terhadap
VSD. Terdapat petunjuk yang kuat bahwa ketahanan ini bersifat horizontal,
dikendalikan oleh banyak gen, sehingga stabil. Klon-klon yang pada pertengahan
tahun 1960-an terbukti tahan, sampai sekarang belum tampak mundur ketahanannya
(Keane dan Prior, 1992).
Demikian juga di Malaysia,
Sulistyowati E. dan Sri Sukanto (2006) menyatakan bahwa
kultivar-kultivar Upper Amazon dan Trinitario lebih tahan daripada Amelonado
dengan hibrida-hibridanya. Dikatakannya bahwa hal ini disebabkan karena Upper
Amazon dan Trinitario lebih kuat pertumbuhannya, sehingga mampu membentuk
ranting-ranting baru untuk mengganti yang mati karena penyakit.
VI.
PENGENDALIAN
1.
Pangkasan Sanitasi
Pengendalian penyakit VSD di daerah basah (tipe curah hujan B di
Sumatera Utara, Jawa Barat) dengan pangkasan sanitasi 2 minggu sekali
(Pawirosoemardjo & Purwantara, 1987) dan di daerah kering (tipe curah hujan
D di Jawa Timur) dengan pangkasan 1-3 bulan sekali ternyata efektif.
Pemangkasan bertujuan untuk menghilangkan ranting atau cabang sakit
yang mengandung jamur (sanitasi) dan untuk mengurangi kelembapan kebun. Untuk
menghilangi jaringan yang sakit, ranting atau cabang dipotong 30 cm dibawah
pangkal garis cokelat yang tampak dalam kayu. Dalam keadaan yang parah usaha
sanitasi ini cukup mahal, manfaatnya kurang, bahkan sering menyebabkan tanaman
sangat menderita. Bahan-bahan pangkasan tidak perlu dibakar atau diangkut dari
kebun, karena jamur tidak dapat berkembang dan membentuk tubuh buah ranting
yang sudah dipotong.
Pangkasan sanitasi dilakukan dengan cara memotong ranting sakit
sampai batas garis cokelat pada xylem ditambah 30 cm. Berdasarkan pengalaman
seperti tersebut maka disusun cara pengendalian seperti di bawah ini.
Cara pengendalian
penyakit VSD pada beberapa intensitas serangan di daerah beriklim kering
dan basah
Intensitas serangan ditentukan
berdasarkan persentase ranting sakit dan kerusakan pada xylem.
Ringan : Jumlah
ranting sakit hanya sampai pada cabang tersier
Sedang :
Jumlah ranting sakit 10-30 persen dan jamur menyerang sampai pada
cabang
sekunder.
Berat : Jumlah
ranting sakit >30 persen dan jamur menyerang sampai pada
cabang primer atau
batang pokok.
2.
Penanaman klon toleran
Kultivar kakao mulia yang banyak ditanam di Jawa dewasa ini (
DR 1, DR 2, DR 38, DRC 13, dan DRC 16), semuanya termasuk Trinitario
yang mempunyai ketahanan yang cukup. Sedangkan kakao lindak yang dianjurkan
antara lain adalah ICS 60 x Sca 6, DR 2 x Sca 12, Sca 12 x ICS 60, ICS 60 x Sca
12, DR 1 x Sca 6, DR 1 x Sca 12, dan Sca 6 x ICS 6 (Anon., 1987a; Iswanto dan
Winarno, 1992; Soenaryo dan Soedarsono, 1980; Soenaryo dan Sri-Sukamto, 1985).
Sulistiowaty (2006) menganjurkan untuk penanaman baru digunakan
hibrida/klon yang toleran misalnya DR 1 x Sca 6, DR 1 x Sca 12, ICS 60 x Sca 6,
Sca 12 x ICS 60, Sca 6 x ICS 6, klon DRC 15
3.
Memperbaiki Kultur Teknis Tanaman
Memperbaiki kultur teknik tanaman dengan perbaikan drainase,
pemangkasan pelindung, penjarangan jarak tanam dan pemberian pupuk berimbang
dapat mengurangi intensitas serangan penyakit. Pemangkasan membantu mengurangi
kondisi gelap dalam kebun. Kondisi gelap dapat membantu perkembangan penyakit.
Pada tanaman yang terserang pemberian pupuk N, P dan K harus
dilakukan sesuai jadwal pemupukan. Pemupukan dapat membantu memulihkan kondisi
pertumbuhan tanaman. Khusus pupuk Kalium dapat diberikan 1,5 kali dosis normal.
Kalium dapat meningkatkan kekerasan sel dan ketahanan tanaman terhadap serangan
penyakit.
4.
Penggunaan fungisida
Dewasa ini pengendalian dengan fungisida belum dapat dianjurkan,
karena jamur terdapat di dalam berkas pembuluh kayu (xilem), sehingga sukar
dicapai oleh fungisida. Selain itu infeksi terjadi melalui daun muda yang
tumbuh dengan cepat, sehingga sukar dilindungi dengan protektan secara merata.
Fungisida sistemik yang cocok pun belum ditemukan. Pada umumnya
fungisida sistemik yang ada dewasa ini diangkut melalui berkas pembuluh tapis
(floem), jadi tidak akan mengenai jamur.
Untuk melindungi tanaman di pembibitan dapat dipakai bitertanol atau
propikonazol (Keane dan Prior, 1992; Sri-Sukamto, 1985b). Bahkan
Varghese et al. (1992) di Malaysia menyatakan bahwa
senyawa triazol dapat dipakai dalam kebun dewasa untuk mengurangi aras sumber
penyakit dan intensitas penyakit.
5.
Penggunaan Jamur dan Bakteri Antagonis
Penggunaan jamur dan bakteri antagonis seperti jamur Trichoderma dan bakteri Pseudomoinas flourensens (PF)
untuk mengendalikan jamur Oncobasidium theobromae perlu diuji lebih
mendalam untuk mendapatkan teknik pengendalian secara hayati yang lebih efektif
dan aman terhadap lingkungan.
6.
Pengelolaan Pembibitan Kakao
Dianjurkan agar pembibitan kakao dibuat jauh dari kebun yang
berpenyakit agar pembibitan menghasilkan bibit yang sehat. Jangan menaruh bibit
di bawah pohon kakao yang berpenyakit.
7. Tindakan karantina
Tindakan karantina yang tegas perlu diterapkan terhadap pemindahan
bahan tanaman dari daerah serangan. Tindakan ini sangat penting untuk
mengurangi penyebaran penyakit.
VII. PENUTUP
Penyakit vascular
streak dieback (VSD) merupakan penyakit relative baru dan saat ini sudah meluas
ke sejumlah daerah sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 2002 di Polmas dan
Pinrang. Kerugian hasil akibat penyakit ini belum banyak diteliti, namun tampaknya akan lebih
besar bila dibandingkan dengan serangan penggerek buah kakao yang saat ini
sudah terdistribusi secara luas, karena penyakit ini menyebabkan penggundulan
tanaman.
Usaha-usaha
pengendalian harus segera dilakukan agar kerugian yang lebih besar dapat
dihindari. Pengaturan tanaman penutup merupakan salah satu cara yang baik untuk
mengurungi perkembangan penyakit. Selain itu usaha mencari tanaman resisten
terhadap penyakit ini harus segera dilakukan, misal dengan cara menseleksi di
daerah terserang VSD. Penginfusan dengan menggunakan fungisida telah dicoba dan
berhasil dalam menurunkan serangan oleh
penyakit VSD, dengan demikian berprospek untuk digunakan dalam skala yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Keane, P.J.
(1981). Epidemiology of Vascular Streak Dieback of cocoa. Ann.
Appl. Biol., 98 : 227-241.
Pawirosoemardjo,
S. & A. Purwantara (1987). Occurrence and control of Vascular
Streak Dieback of cocoa in Java and Southeast Sulawesi, In Workshop
on
assessment of Plant Protection Risks for Cocoa. Lembang, Indonesia
Prior, C.
(l977). Vascular Streak Diaback Disease in Papua New Guinea. 6th I
International cocoa Research Conference.Caracas, Venezuela
Soemangun, H.
(2000). Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.
Yogyakarta University Press. Yogyakarta.
Sri-Sukamto
& Y.D. Junianto. (1986). Evaluasi perkembangan penyakit VSD di
Jawa. Balai Penelitian Perkebunan Jember,Jawa Timur
Sulistyowati E.
dan Sri Sukanto (2006). Pengelolaan Organisme Penggangu
Tanaman Kakao Secara Terpadu. Makalah Pertemuan Regional
Perlindungan Tanaman Perkebunan se Sumatera di Bukit Tinggi.
Sumatera Barat
Sunanto, H.
(1994). Coklat, Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar