Rabu, 05 Februari 2014

vascular streak dieback pada tanaman kakao

I.    PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao L) merupakan satu-satunya diantara 22 spesies yang masuk marga Theobroma, Suku sterculiacecae yang diusahakan secara komersial. Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan khusus untuk dapat berproduksi secara baik. Lingkungan alami kakao adalah hutan hujan tropis. Dimana suhu udara tahunan tinggi dengan variasi kecil, curah hujan tahunan tinggi dengan musim kemarau pendek, kelembapan udara tinggi, dan insentitas cahaya matahari rendah.
Tanaman kakao dikenal sebagai inang berbagai jenis hama dan penyakit dan merupakan kendala penting dalam budidaya kakao. Pada seluruh bagian tanaman kakao dari akar, batang, daun hingga buah dapat diserang penyakit. Dalam kondisi yang sesuai dengan perkembangannya, penyakit dengan mudah berkembang.
Penyakit-penyakit penting pada tanaman kakao di Indonesia,diantaranya penyakit busuk buah (Phytophtora palmivora), penyakit kanker batang (Phytophthora palmivoral), penyakit antraknose-colletotrichum (Colletotrichum gloeosporioides), penyakit jamur upas (Corticium salmonicolor ). Selain itu dikenal penyakit pembuluh kayu atau vascular streak dieback (VSD). Perkembangan penyakit ini sudah semakin meluas. Apabila tidak segera ditangani, penyakit ini bisa menjadi masalah besar di masa yang akan datang.
Penyakit pembuluh kayu atau Vascular Streak Dieback (VSD) pertama ditemukan pada akhir tahun 1930 an di Papua New Guinea. Kemudian penyakit ini menyebar ke negara Asia lainya dan sekarang terdapat di India Selatan, Pulau Hainan-Cina, Burma, Thailand, Malaysia, Filipina, Indonesia, dan sejumlah pulau di Oseania.

I.2 Tujuan Pembuatan Paper
            Tujuan pembuatan paper ini adalah untuk menambah nilai pada matakuliah penyakit tanaman di emester V (lima) pada Jurusan Agroteknologi Univesitas Katolok Santo Thomas Sumatera Utara Medan
II.          PENYEBAB PENYAKIT
          Penyakit VSD ( Vascular Sterak Dieback ) menular dari pohon satu ke pohon yang lain melalui spora yang diterbangkan oleh angin pada tengah malam hari. Spora-spora sangat peka terhadap cahaya dan menjadi tidak infektif setelah terkena sinar matahari selama 30 menit (Keane, 1981). Spora yang jatuh pada daun muda akan segera berkecambah apabila tersedia air dan akan tumbuh masuk ke dalam jaringan xylem.
          Setelah 3-5 bulan baru tampak gejala daun menguning dengan bercak hijau, daun-daun tersebut sangat mudah gugur, sehingga menyebabkan mati ranting. Pada saat itu jamur masih tetap tumbuh dalam jaringan tanaman dan menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Penyakit VSD lebih mudah terbesar di daerah beriklim basah dengan curah hujan yang tersebar merata sepanjang  tahun dari pada di daerah beriklim kering.
0ncobasidium theobromae membentuk basidiospora yang hanya dilepaskan pada waktu malam, dan disebarkan oleh angin. Dengan cara ini jamur tidak dapat tersebar jauh, karena kelembapan tinggi pada umumnya hanya terjadi bila udara tenang dan diperkirakan bahwa spora tidak akan tersebar lebih dari 200m. Infeksi hanya dapat terjadi pada daun muda yang belum mengeras. Spora berkecambah dan jamur mengadakan penetrasi melalui epidermis, mesofil, selanjutnya ke tulang daun.
Meskipun dapat masuk ke plasenta, namun tidak terdapat bukti bahwa jamur menginfeksi biji. Biji-biji yang diambil dari pohon yang sakit dapat tumbuh seperti biasa dan tidak berkembang menjadi tanaman sakit (Soemangun,2000).
Sampai sekarang belum diketahui tanaman lain yang dapat menjadi inang bagi jamur ini. VSD tidak terdapat di daerah asal kakao (Amerika Tropika) dan hanya terdapat di Asia Tenggara dan Kepulauan Melanesia, sedang di banyak daerah ini kakao baru dibudidayakan selama kurang dari seratus tahun.

IV.        GEJALA PENYAKIT
1.            Gejala serangan dan kerusakan
Penyakit Vascular Streak Diaback (VSD) disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobromae Talbot & Keane. Di Malaysia kerugian hasil karena penyakit VSD diduga mencapai 3-60 persen (Sukamto, 1986). Pada tanaman yang toleran serangan tidak menimbulkan kerusakan yang berarti.  Tanaman yang terserang jamur O. theobromae menunjukkan gejala meranting (mati ranking). Gejala khusus penyakit VSD adalah :
a.       Adanya daun-daun menguning dengan bercak-bercak berwarna hijau, biasanya daun tersebut terletak pada seri daun kedua atau ketiga dari titik tumbuh. Daun akhirnya gugur beberapa hari setelah menguning. 
 Pada ranting terserang satu atau dua daun gugur sedang beberapa daun di sebelah bawah dan sebelah atasnya masih lengka,sehingga tampak gejala ranting ompong. Gejala menguningnya daun mulai terlihat tiga sampai lima bulan setelah spora jatuh pada daun yang bersangkutan, sewaktu daun masih sangat muda. 

        https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4cSvG67hBscgJ6N76kWy5Q3grEgOBlQUY9XnYNKcwBczj6Jjz4lFMPHBvTZ8hLILl_lKwohu1BML39lrKOlOmGxSlhv3iMFN43qxcjo2DaKmxW_RvKEUgoUcsDQuWk5t7QuhY_TGC0Go/s1600/Optimized-HAMAPENYAKIT-KKO.bmp
Gambar 1. Gejala VSD : Ranting berdaun ompong


  
b.      Pada bekas duduk daun bila disayat terlihat tiga buah noktah berwarna coklat  kehitam-hitaman.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIsDKF-LS6_gLs10WAdgQoTfADaBfg9XhzNwrdO3acUSJmkR13VOulkKfS7czGcjKA-cFddUXidfE39-s8ffooyYXpIv977kGKz09whM1nngj_j1bMgh2O4iVBdRoa1-XXy5FUiGNL6-s/s1600/vsd+beduai3.jpg
Gambar 2. Gejala VSD : pada bekas tangkai daun (kelihatan 3 titik coklat) 
c.       Bila ranting dibelah membujur terlihat garis-garis coklat pada jaringan xylem yang bermuara pada bekas duduk daun. Lentisel diranting sakit membesar dan relatif kasar.
        https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwgYm04Wp_WZ257SEDJ6i-0Y6u7YyQzkAytSLA81nOfBKE_PKBwZAcIw8BzITLmm-vfpxf6Bv0VIQ4fv6gpIRQabzXtRRbYZ74nI4wbipiv63y3cGh3de1eEVn19Kq1KUfR4TfEX_N01I/s320/vsd+beduai9.jpg
Gambar 4. Gejala VSD :  Jaringan kayu (xylem) mati dan berwarna coklat kehitaman 
d.      Kadang-kadang dijumpai daun menunjukkan gejala nekrose diantara tulang daun seperti gejala kekurangan unsur Calsium. Gangguan ini akan segera menyebabkan gugur daun dan mati ranting.
 http://ditjenbun.deptan.go.id/bbpptpmedan/foto_berita/1daunvsd1.jpg
Gambar 6. Gejala VSD : Warna daun seperti kekurangan Calsium 
V.   FAKTOR PENDUKUNG PERKEMBANGAN PENYAKIT
Penyakit terutama berkembang di daerah yang basah. Bukan hanya curah hujan yang menentukan di sini, tetapi juga pembagiannya. Jika jumlah malam basah lebih dari 50% dalam satu bulan, dapat diperkirakan bahwa tiga sampai lima bulan kemudian penyakit akan tampak meningkat (Prior, 1977). Hal ini disebabkan karena untuk pembentukan basidiospora tubuh buah jamur harus basah diwaktu malam. Adanya hujan malam, yang diikuti dengan embun, akan membantu penyebaran penyakit.Spora jamur yang mempunyai dinding tipis itu mudah mati karena sinar ultra violet pada siang hari.
Dari pengamatan-pengamatan di Indonesia diketahui bahwa VSD lebih banyak terdapat pada kakao lindak (bulk), dan kurang terdapat pada kakao mulia (edel, Trinitario). Klon DR 1 lebih tahan ketimbang DR 2 dan DR 38. Juga tampak bahwa tipe Amelonado lebih rentan dari pada kakao Upper Amazon dan Trinitario (Keane dan Prior, 1992).
Pada pengujian ketahanan yang dilakukan di Papua Nugini (Prior, 1977) diketahui juga bahwa kultivar-kultivar Trinitario lebih tahan terhadap VSD. Terdapat petunjuk yang kuat bahwa ketahanan ini bersifat horizontal, dikendalikan oleh banyak gen, sehingga stabil. Klon-klon yang pada pertengahan tahun 1960-an terbukti tahan, sampai sekarang belum tampak mundur ketahanannya (Keane dan Prior, 1992).
Demikian juga di Malaysia, Sulistyowati E. dan Sri Sukanto (2006) menyatakan bahwa kultivar-kultivar Upper Amazon dan Trinitario lebih tahan daripada Amelonado dengan hibrida-hibridanya. Dikatakannya bahwa hal ini disebabkan karena Upper Amazon dan Trinitario lebih kuat pertumbuhannya, sehingga mampu membentuk ranting-ranting baru untuk mengganti yang mati karena penyakit. 


VI.             PENGENDALIAN
1.    Pangkasan Sanitasi
            Pengendalian penyakit VSD di daerah basah (tipe curah hujan B di Sumatera Utara, Jawa Barat) dengan pangkasan sanitasi 2 minggu sekali (Pawirosoemardjo & Purwantara, 1987) dan di daerah kering (tipe curah hujan D di Jawa Timur) dengan pangkasan 1-3 bulan sekali ternyata efektif.
Pemangkasan bertujuan untuk menghilangkan ranting atau cabang sakit yang mengandung jamur (sanitasi) dan untuk mengurangi kelembapan kebun. Untuk menghilangi jaringan yang sakit, ranting atau cabang dipotong 30 cm dibawah pangkal garis cokelat yang tampak dalam kayu. Dalam keadaan yang parah usaha sanitasi ini cukup mahal, manfaatnya kurang, bahkan sering menyebabkan tanaman sangat menderita. Bahan-bahan pangkasan tidak perlu dibakar atau diangkut dari kebun, karena jamur tidak dapat berkembang dan membentuk tubuh buah ranting yang sudah dipotong.
Pangkasan sanitasi dilakukan dengan cara memotong ranting sakit sampai batas garis cokelat pada xylem ditambah 30 cm. Berdasarkan pengalaman seperti tersebut maka disusun cara pengendalian seperti di bawah ini. 
Cara pengendalian penyakit VSD pada beberapa intensitas serangan di daerah beriklim kering dan  basah 
Intensitas serangan ditentukan berdasarkan persentase ranting sakit dan kerusakan pada xylem.
Ringan       :  Jumlah ranting sakit hanya sampai pada cabang tersier
Sedang      : Jumlah ranting sakit 10-30 persen dan jamur menyerang sampai pada
        cabang sekunder.
Berat         :  Jumlah ranting sakit >30 persen dan jamur menyerang sampai pada
                     cabang primer atau batang pokok. 

2. Penanaman klon toleran
Kultivar kakao mulia yang banyak ditanam di Jawa dewasa ini ( DR  1, DR 2, DR 38, DRC 13, dan DRC 16), semuanya termasuk Trinitario yang mempunyai ketahanan yang cukup. Sedangkan kakao lindak yang dianjurkan antara lain adalah ICS 60 x Sca 6, DR 2 x Sca 12, Sca 12 x ICS 60, ICS 60 x Sca 12, DR 1 x Sca 6, DR 1 x Sca 12, dan Sca 6 x ICS 6 (Anon., 1987a; Iswanto dan Winarno, 1992; Soenaryo dan Soedarsono, 1980; Soenaryo dan Sri-Sukamto, 1985).
Sulistiowaty (2006) menganjurkan untuk penanaman baru digunakan hibrida/klon yang toleran misalnya DR 1 x Sca 6, DR 1 x Sca 12, ICS 60 x Sca 6, Sca 12 x ICS 60, Sca 6 x ICS 6, klon DRC 15
3. Memperbaiki Kultur Teknis Tanaman
Memperbaiki kultur teknik tanaman dengan perbaikan drainase, pemangkasan pelindung, penjarangan jarak tanam dan pemberian pupuk berimbang dapat mengurangi intensitas serangan penyakit. Pemangkasan membantu mengurangi kondisi gelap dalam kebun. Kondisi gelap dapat membantu perkembangan penyakit.
Pada tanaman yang terserang pemberian pupuk N, P dan K harus dilakukan sesuai jadwal pemupukan. Pemupukan dapat membantu memulihkan kondisi pertumbuhan tanaman. Khusus pupuk Kalium dapat diberikan 1,5 kali dosis normal. Kalium dapat meningkatkan kekerasan sel dan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit.
4. Penggunaan fungisida
Dewasa ini pengendalian dengan fungisida belum dapat dianjurkan, karena jamur terdapat di dalam berkas pembuluh kayu (xilem), sehingga sukar dicapai oleh fungisida. Selain itu infeksi terjadi melalui daun muda yang tumbuh dengan cepat, sehingga sukar dilindungi dengan protektan secara merata.
Fungisida sistemik yang cocok pun belum ditemukan. Pada umumnya fungisida sistemik yang ada dewasa ini diangkut melalui berkas pembuluh tapis (floem), jadi tidak akan mengenai jamur.
Untuk melindungi tanaman di pembibitan dapat dipakai bitertanol atau propikonazol (Keane dan Prior, 1992; Sri-Sukamto, 1985b). Bahkan Varghese  et  al. (1992) di Malaysia menyatakan bahwa senyawa triazol dapat dipakai dalam kebun dewasa untuk mengurangi aras sumber penyakit dan intensitas penyakit.
5. Penggunaan Jamur dan Bakteri Antagonis
Penggunaan jamur dan bakteri antagonis seperti jamur Trichoderma dan bakteri Pseudomoinas flourensens (PF) untuk mengendalikan jamur Oncobasidium theobromae perlu diuji lebih mendalam untuk mendapatkan teknik pengendalian secara hayati yang lebih efektif dan aman terhadap lingkungan.      
6. Pengelolaan Pembibitan Kakao
Dianjurkan agar pembibitan kakao dibuat jauh dari kebun yang berpenyakit agar pembibitan menghasilkan bibit yang sehat. Jangan menaruh bibit di bawah pohon kakao yang berpenyakit. 
7. Tindakan karantina
Tindakan karantina yang tegas perlu diterapkan terhadap pemindahan bahan tanaman dari daerah serangan. Tindakan ini sangat penting untuk mengurangi penyebaran penyakit.




VII.    PENUTUP
Penyakit vascular streak dieback (VSD) merupakan penyakit relative baru dan saat ini sudah meluas ke sejumlah daerah sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 2002 di Polmas dan Pinrang. Kerugian hasil akibat penyakit ini belum banyak diteliti, namun tampaknya akan lebih besar bila dibandingkan dengan serangan penggerek buah kakao yang saat ini sudah terdistribusi secara luas, karena penyakit ini menyebabkan penggundulan tanaman.
Usaha-usaha pengendalian harus segera dilakukan agar kerugian yang lebih besar dapat dihindari. Pengaturan tanaman penutup merupakan salah satu cara yang baik untuk mengurungi perkembangan penyakit. Selain itu usaha mencari tanaman resisten terhadap penyakit ini harus segera dilakukan, misal dengan cara menseleksi di daerah terserang VSD. Penginfusan dengan menggunakan fungisida telah dicoba dan berhasil  dalam menurunkan serangan oleh penyakit VSD, dengan demikian berprospek untuk digunakan  dalam skala yang lebih luas.












DAFTAR PUSTAKA
Keane, P.J. (1981). Epidemiology of Vascular Streak Dieback of cocoa. Ann.
 Appl. Biol., 98 : 227-241. 
Pawirosoemardjo, S. & A. Purwantara (1987). Occurrence and control of Vascular
Streak Dieback of cocoa in Java and Southeast Sulawesi, In Workshop on
assessment of Plant Protection Risks for Cocoa. Lembang, Indonesia
Prior, C. (l977). Vascular Streak Diaback Disease in Papua New Guinea. 6th I
International cocoa Research Conference.Caracas, Venezuela
Soemangun, H. (2000). Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.
Yogyakarta University Press. Yogyakarta. 
Sri-Sukamto & Y.D. Junianto. (1986). Evaluasi perkembangan penyakit VSD di
Jawa. Balai Penelitian Perkebunan Jember,Jawa Timur
Sulistyowati E. dan Sri Sukanto (2006). Pengelolaan Organisme Penggangu
Tanaman Kakao Secara Terpadu. Makalah Pertemuan Regional
Perlindungan Tanaman Perkebunan se Sumatera di Bukit Tinggi.
Sumatera Barat
Sunanto, H. (1994). Coklat, Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya.

Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar